BAB I
TINJAUAN TEORITIS
TINJAUAN TEORITIS
1.1. KONSEP DASAR
1.1.1. Pengertian
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Trauma medulla spinalis adalah trauma yang terjadi pada jaringan medula spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra atau kerusakan jaringan medula spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medula spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi ( Mansjoer, A. 2000).
Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sum-sum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yaitu berupa kehilangan sensasi dan fungsi motorik (Lukman, 1993).
1.1.2. Anatomi Fisiologi
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
1.1.2.1. Vetebrata Thoracalis (atlas) : Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
1.1.2.2. Vertebrata Thoracalis : Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
1.1.2.3. Vertebrata Lumbalis : Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
1.1.2.4. Os. Sacrum : Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
1.1.2.5. Os. Coccygis : Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak. (lihat gambar A1)
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Eveltan. C. Pearah, 1997 ; 56 – 62).
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula oblongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah : dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks.
Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1.1.2.5.1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
1.1.2.5.2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.
1.1.2.5.3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
1.1.2.5.4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
1.1.2.5.5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf motorik.
1.1.2.5.6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
1.1.3. Etiologi
1.1.3.1. Kecelakaan lalu lintas: kecelakaan yang mengenai tulang belakang ex: kecelakaan sepeda motor
1.1.3.2. Injury atau jatuh dari ketinggian: jatuh yang mengenai tulang belakang ex: jatuh dari tower, tangga, pohon kelapa
1.1.3.3. Kecelakaan sebab olah raga: olahraga yang resiko injurynya tinggi ex: jatuh dari panjat tebing, terjun paying, panjat pinang
1.1.3.4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra atau tulang belakang
1.1.4. Pathofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
1.1.6. Tanda Dan Gejala
1.1.6.1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
1.1.6.2. Paraplegia
1.1.6.3. Paralisis sensorik motorik total
1.1.6.4. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
1.1.6.5. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
1.1.6.6. Penurunan fungsi pernafasan
1.1.6.7. Gagal nafas (Diane C. Baughman, 200 : 87)
1.1.7. Data Penunjang
1.1.7.1. Sinar X spinal : Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
1.1.7.2. Skan ct : Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
1.1.7.3. MRI : Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
1.1.7.4. Mielografi : Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi)
1.1.7.5. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
1.1.7.6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
1.1.7.7. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi (Marilyn E. Doengoes, 1999 ; 339 – 340)
1.1.8. Penatalaksanan
1.1.8.1. Medis
1.1.8.1.1. Farmakoterapi : Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela.
1.1.8.1.2. Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
a. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
b. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
c. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
d. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.
1.1.8.2. Keperawatan
1.1.8.2.1. Tindakan Respiratori
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
b. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
c. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
1.1.8.2.2. Reduksi dan Fraksi skeletal
a. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi koluma vertebrata.
b. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
c. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi(Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89)
1.1.9. Komplikasi
1.1.9.1. Autonomic Dysreflexia : terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
1.1.9.2. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah.
1.2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1.2.1. Pengkajian
1.2.1.1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no MR dan diagnosa medic.
1.2.1.2. Alasan masuk : biasanya karena kecelakaan, jatuh, luka tusuk maupun luka tembak
1.2.1.3. Riwayat Kesehatan
1.2.1.3.1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena, Paraplegia, Paralisis sensorik motorik total, Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih), Penurunan keringat dan tonus vasomoto, Penurunan fungsi pernafasandan Gagal nafas
1.2.1.3.2. Riwayat Kesehatan dahulu
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang, berupa riwayat trauma medulla spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
1.2.1.3.3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien, keturunan dan lainnya. Menentukan apakah ada penyebab herediter atau tidak.
1.2.1.4. Pemeriksaaan Fisik
a. Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
c. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
d. Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
e. Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
f. Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
g. Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
h. Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
j. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
k. Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
(Marilyn E. Doengoes, 1999 ; 338-339)
1.2.2. Diagnosa Keperawatan
1.2.2.1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kerusakan persyarafan dari diagfragma, refleks spasma, abdominal, distensi gastrik
1.2.2.2. Nyeri yang berhubungan dengan cedera psikis dan alat traksi
1.2.2.3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, imobilisasi oleh traksi.
1.2.2.4. Konstipasi berhubungan dengan gangguan persyarafan pada usus dan rectum, kerusakan persepsi, perubahan diet dan masukan cairan, perubahan tingkat aktifitas
1.2.2.5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan gangguan dalam persyarafan kandung kemih, atoni kandung kemih. (Marylin E. Doengoes, 2002)
1.2.3. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana tindakan disusun maka selanjutnya adalah pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun tersebut. Dalam pelaksanaan atau implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
1.2.4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP. Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan yang disusun. Dan dapat pula ditentukan rencana tindakan yang harus dimodifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar