Sistem pendidikan kita yang sekarang menganut paradigma pendidikan  berbasis kompetensi, dinilai cukup baik dan menghasilkan anak-anak  Indonesia yang pintar dan cerdas. Namun ternyata pintar dan cerdas saja  tidak cukup.“Kita juga jangan lupa ternyata kecerdasan dan kepintaran tidaklah  cukup untuk membangun bangsa yang besar. Selain pintar kita juga  membutuhkan manusia Indonesia yang berkarakter,” ungkap Wakil  Presiden Pemuda Dunia, Ahmad Doli Kurnia, di Jakarta, Minggu (1/5),  menyikapi peringatan Hardiknas yang jatuh Senin hari ini. Pemuda Dunia  merupakan organisasi pemuda internasional yang beranggotakan 120  organisasi nasional kepemudaan dari seluruh dunia.
fenomena unik mewarnai dunia pendidikan Indonesia. Di satu sisi banyak  sekali prestasi yang ditunjukkan oleh anak-anak Indonesia dalam dunia  ilmu pengetahuan.
Mereka acapkali menjuarai berbagai kompetisi dan olimpiade ilmu eksak  yang diadakan di seluruh dunia. Begitu juga dengan para ilmuwan asal  Indonesia yang studi dan bekerja di luar negeri, juga mendapat tempat  terhormat di perguruan tinggi dan pemerintahan negara-negara maju.
“Namun berbagai prestasi itu, sangatlah kontradiktif dengan prilaku  yang ditunjukkan sebagian anak bangsa lain yang bercitra negatif.  Korupsi, terorisme, radikalisme, brutalisme, seakan menjadi hiasan  keseharian kehidupan masyarakat kita juga saat ini,” ungkap Doli.
Situasi ini, sambungnya, menegaskan perlunya rekonstruksi sistem  pendidikan nasional, terutama pada pendidikan dasar dengan mengedepankan  paradigma pendidikan berbasis pembangunan karakter selain berbasis  kompetensi.
Tujuannya untuk mengantisipasi berkembangnya kerusakan moral dan  ekspansi penyakit sosial masyarakat, serta memberi kekuatan menyaring  derasnya arus globalisasi. “Masyarakat kita perlu karakter yang kuat, yaitu karakter bangsa Indonesia sejati,” tegasnya.
Evaluasi dan Koreksi
Menyikapi soal dana pendidikan 20 persen, Doli mengatakan perlu ada  evaluasi dan koreksi terhadap proses penggunaannya. Dengan ketetapan  besarnya dana pendidikan itu membuat pejabat dan penyelenggara  pendidikan nasional selama ini dapat terjebak pada praktik korupsi.
“Seharusnya proses penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dimulai  dari penetapan visi, paradigma, strategi, dan program baru penganggaran,  namun sekarang terbalik. Bahkan terkesan bagaimana menghabiskan dana  yang berlimpah ruah, dengan program apa adanya. Sangat sayang,” urainya.
Doli menegaskan dalam keadaan bangsa seperti ini, hanya ada dua hal  besar yang bisa menyelesaikannya. Yaitu kepemimpinan yang kuat dan  berjalannya sistem pendidikan yang benar.
Sumber: Okezone
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar