Selasa, 17 April 2012

DEPRESI PADA LANSIA

Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus meningkat. Pada tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas (lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius terutama untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna. Sementara itu kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan psikis ini mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak sosial ini sering membawa lanjut usia kepada masalah depresi.
Depresi  merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia ini muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti ; insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat lanjut usia putus asa, kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak tantangan. Lansia dengan depresi biasanya lebih menunjukkan keluhan fisik daripada keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat depresi kurang mudah untuk dikenali, yang sering menyebabkan keterlambatan dalam penanganannya. Keluhan fisik yang muncul sulit dibedakan apakah disebabkan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi sering terlambat untuk dideteksi.

Etiologi

Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan pada neuorotransmitter dan neuoroindokrin.
Pemeriksaan CT Scan didapatkan pembesaran pada ventrikel otak lateral, yang  gambaran nyatanya pada onset lambat depresi, arti biologis pembesaran ventrikel tidak jelas tapi menjadi terlihat bila dihubungkan dengan lemahnya respon terhadap pengobatan antidepresan, sama halnya dengan abnormalitas fungsi depresi termasuk hiperkortisolemi, hipotiroidisme, penurunan dopamine beta hedrosilase, peningkatan konsentrasi 5 HIAA pada cairan serebrospinal (Kaplan & Sadock, 2000).

Diagnosis dan Komorbiditas

Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh Asosiasi Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi kriteria dibawah ini (Van der Cammen,1991)
Tabel 1.Kriteria DSM-III R*(1987) untuk diagnosis depresi
1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari 2. Secara nyata berkurang perhatian atau keinginan untuk berbagi kesenangan,atau atas semua atau
hampir semua aktivitas.
3. Berat badan turun atau naik secara nyata,atau turun atau naiknya selera makan secara nyata
4. Isomnia atau justru hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotorik.
6. Rasa capai/lemah atau hilangnya kekuatan.
7. Perasaan tidakn berharga,rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (seiring bersifat delusi)
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir,berkosentrasi atau membuat keputusan.
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),pikiran berulang untuk lakukan
bunuh diri tanpa rencana yang jelas,atau upaya bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri
Ditambah lagi
-  Takdapat dibuktikan bahwa perasaan/gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan organik
-  Gangguan tersebut bukan suatu  reaksi normal atas kematian seseorang yang dicintainya
(Komplikasi duka-cita)
-  Pada saat gangguan tersebut tidak pernah terjadi ilusi atau halusinasi selama berturut-turut 2 minggu
tanpa adanya gejala perasaan hati yang nyata(misal sebelum gejala perasaan hati tersebut atau
setelah perasaan hati menjadi lebih baik).
-  Tidak merupakan superimposing pada suatu skizofrenia,gangguan skizofreniform,gangguan delusional atau psikotik.
Anamnesis merupakan hal yang sngat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada defenisi depresi di atas.Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangat membantu.
Gejala depresi pada usi lanjut sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktifitas sosial,gangguan memori,perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata.Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat .Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai,penurunan nafsu makan,aktivitas atau sukar tidur.
Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal berikut :
  • Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi,antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan.
  • Golongan lanjut usia sering kali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukan bahwa dia lebih aktif.
  • Kecemasan,obsesionalitas,histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya.Penderita dengan hipokondria,misalnya justru sering dimasukkan ke bangsal Penyakit Dalam atau Bedah (misalnya karena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya)
  • Masalah sosial yang juga di derita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.
Mengingat hal-hal tersebut diatas,maka dalam setiap asesmen geriatri seringkali disertakan  form pemeriksaan untuk depresi,yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS) atau skala penilian (depresi)Hamilton (Hamilton Rating Scale=HRS).

Perjalanan dan Pronosis

Depresi geriatri sering berlajut kronis dan kambuh-kambuhan, ini berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor psikososial (Reynold, et al, 2001). Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada pasien dengan riwayat episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi (Kaplan & Sadock, 2000).

Tabel 2.Prognosis depresi pada usi lanjut
Prognosis baik Prognosis buruk
Usia < 70 tahun Riwayat keluarga adanya penderita depresi atau manik
Riwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna)
sebelum usia 5 tahun
Kepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar
(Tak berubah-ubah)
Usia>70 tahun dengan wajah tua Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas
Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun
Terbukti adanya kerusakan otak,misal gejala neurologik dadanya dementia
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,penatalaksanaan dan pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita menunjukan gejala (Van der Cammen,1991).
-         Masalah diagnostik yang serius
-         Risiko bunuh diri tinggi
-         Pengabaian diri (self neglect) yang serius
-         agitasi,delusi atau halusinasi berat
-         tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan
-         Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain.
Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang diderita.Untuk penderita yang secara fisik aktif,sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat tersebut mungkin diperlukan
Tabel 3.Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik Yang bersifat sedatif            : Amitriptilin
Dotipin
Sedikit bersifat sedatif         : Imipramin
Nortriptilin
Protriptilin
Antidepresan yang lebih baru
Bersifat sedatif                     : Trasodon
Mianserin
Kurang sedatif                     :  Maprotilin
Lofepramin
Flukfosamin
Dari Van der Cammen,1991
Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,terutama penderita dengan depresi manik,obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater.Obat juga harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.
Pengobatan berkelanjutan dan perawatan
Penyusul remisi dari depresi, pengobatan antidepresan harus berkelanjutan sedikitnya 6 bulan (fase berkelanjutan). Pengobatan ini digunakan untuk mencegah kekambuhan (Serby & Yu, 2003). Setelah mendapat perbaikan selama 6 bulan, pasien mungkin mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh). Riwayat tiga atau lebih episode adalah prediksi kuat untuk kekambuhan. Perkiraan lain kehebatan episode awal kecemasan yang masih bertahan. Pasien dengan resiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun, antidepresan yang dapat dipakai golongan fluoexin dan paroxetin (O’Connor, et al, 2001).
Pelayanan kesehatan Home Health Care = Home care (Rawat Rumah = RR) bagi lansia adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan secara luas yang ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka untuk tujuan promotif, rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Rawat Rumah Geriatri adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan bagi usia lanjut (60 tahun keatas) baik perorangan atau keluarga ditempat tingal masing-masing untuk mempertahankan kemampuan individu agar dapat mandiri secara optimal (Probosuseno & Triwibowo, 2002).
Rumah Rawat bagi para lansia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang makin rapuh atau sakit kronik. Penanganan lanjut di rumah setelah menjalani perawatan di rumah sakit sering merupakan pertanyaan bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu masalah perawatan purna rawat inap di rumah sakit (RS) merupakan salah satu tantangan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan karena kapasitas rumah sakit sebagai tempat rawat inap masih sangat terbatas, disamping itu biaya pengobatan, perawatan dan fasilitas penderita relatif cukup mahal. Upaya penyelenggaraan RR yang dikoordinasikan oleh RS merupakan upaya yang secara ekonomis layak sebagai alternatif lain dari perawatan di RS sejauh pertimbangan-pertimbangan medis, lingkungan sosial dan aspek-sspek psikologik dapat terjaga secara cocok dan serasi. Kunjungan ke rumah dari seorang dokter dan atau paramedis sebagai satu team amat bermanfaat bagi penderita karena  dapat meningkatkan  pemahaman yang menyeluruh diri penderita yang dengan itu akan dapat memberikan pilihan yang terbaik untuk penderita yang dirawat, selain itu juga  akan meningkatkan kepuasan penderita yang akhirnya akan mepercepat proses perbaikan (Probosuseno & Triwibowo, 2002).
Karena itu unit Home Care SMF Geriatri RSU Dr Sardjito memberikan layanan dengan basis RS secara team dengan melibatkan dokter spesialis, ahli gizi, paramedis, care giver (pramurukti), relawan lansia, dll dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup usia lanjut, sedang tujuan khususnya adalah : (1) menekan serendah mungkin biaya perawatan kesehatan (penghematan biaya pemondokan di RS), (2) mengurangi frekuensi hospitalisasi dan memperpendek lama perawatan di rumah sakit setelah fase akut, (3) meningkatkan usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yaitu pencegahan sekunder dan tertier yaitu pengobatan kronik penderita keganasan atau penyakit lainnya, serta menghambat laju penyakit dan menghambat timbulnya keterbatasan-keterbatasan (disability) sehingga penderita dapat mempertahankan otonominya (dititik beratkan pada kemampuan Aktifitas Dasar Sehari-hari dan Aktifitas Instrumental Sehari-hari yang AIS ini merupakan  refleksi dari kemampuan kognitif kompleks) selama mungkin. Keuntungan/ manfaat program lainnya dar RR ini bagi penderita & keluarga adalah mengurangi stres akibat beberapa hal di RS dan penderita lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya (Probosuseno & Triwibowo, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar