BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Tumor
 parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar liur parotis. Dari tiap 5 
tumor kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari
 kelenjar liur kecil atau submandibularis dan 30 % adalah maligna. 
Disebutkan bahwa adanya perbedaan geografik dan suku bangsa: pada orang 
Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan, penyebabnya tidak diketahui. 
Sinar yang mengionisasi diduga sebagai faktor etiologi.
Dalam
 rongga mulut terdapat 3 kelenjar liur yang besar yaitu kelenjar 
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sub lingualis. Kelenjar 
parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati 
ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Tumor ganas 
parotis pada anak jarang didapat. Tumor paling sering pada anak adalah 
karsinoma mukoepidermoid, biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam 
kelenjar liur dapat menjadi ganas seiring dengan bertambahnya usia. 
Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang dengan usia 
lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, 
dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur 
minor adalah ganas. 
  
  

 
            
Keganasan
 pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan 
berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien 
dengan keganasan pada kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat 
episodik mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada 
akibat dari keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur yang tidak 
nyeri dievaluasi dengan aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle 
Aspiration) atau biopsi. Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat 
membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan dengan eksisi dan radiasi 
menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan 
dengan derajat tertinggi.
Tumor
 jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor 
biasanya timbul pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel
 pada tumor inti masih memiliki fungsi yang sama dengan asalnya. (Arif 
mansoer, 2001). Tumor-tumor jinak  dari
 glandula parotis yang teretak di bagian medial n.facialis dapat 
menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. 
(Zwaveling, 2006)
Mengingat
 banyaknya masalah yang dialami akibat yang ditimbulkan, maka perlu 
adanya perawatan dan support sistem yang intensif, serta tindakan yang 
komprehensif melalui proses asuhan keperawatan, sehingga diharapkan 
masalah yang ada dapat teratasi dan komplikasi yang mungkin terjadi 
dapat dihindari secara dini.
Peran
 perawat pada kasus tumor parotis meliputi sebagai pemberi asuhan 
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami tumor parotis, sebagai 
pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, 
serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan 
keperawatan kepada klien tumor parotis melalui metode ilmiah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1          Konsep Dasar
2.1.1                                  Defenisi
Tumor
 jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor 
biasanya timbul pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel
 pada tumor inti masih memiliki fungsi yang sama dengan asalnya. (Arif 
mansoer, 2001)
Tumor-tumor jinak  dari
 glandula parotis yang teretak di bagian medial n.facialis dapat 
menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. 
(Zwaveling, 2006)
Tumor
 didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan 
multiplikasi sel-sel yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga 
neoplasma. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang 
terletak di depan telinga. (kamus kedokteran Dorland edisi 29, 2005)
2.1.2                                  Anatomi Fisiologi
Berdasarkan
 ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva 
mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari 
kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis 
(Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981)
| 
 | 

 
            
Kelenjar
 parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara 
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus 
mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik
 (Leeson dkk, 1990; Rensburg, 1995). Kelenjar parotis terbungkus dalam 
selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal 
dari tepi anterior kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran 
parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki 
rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson 
dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar
 submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua, terletak
 pada dasar mulut di bawah korpus mandibula (Rensburg, 1995). Saluran 
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat 
pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat 
dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang 
keluar (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar
 sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling 
dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak 
pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing 
kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk 
massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis 
(Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar
 saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, 
kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal 
(Rensburg, 1995). Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi 
menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di 
permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi 
menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. 
Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin 
lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar
 bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar 
ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, 
terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari 
palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama
 dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan 
glossopalatinal (Rensburg, 1995). 
Fungsi
 kelenjer ludah ialah mengeluarkan saliva yang merupakan cairan pertama 
yang mencerna makanan. Deras nya air liur dirangsang oleh adanya makanan
 di mulut,  melihat, membaui, dan memikirkan makanan. 
Fungsi
 saliva atau ludah adalah cairan yang bersifat alkali. Ludah mengandung 
musin, enzim pencerna, zat tepung yaitu ptialin dan sedikit zat padat. 
Fungsi ludah bekerja secara fisis dan secara kimiawi.
2.1.3                                  Etiologi
1.       Idiopatik 
Idiopatik
 adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat 
nyeri dan penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali disdalam 
setahun. Infeksi virus, defisiensi nutrisi, dan stress emosional, adalah
 factor etiologik yang umum. 
2.       Genetik
Resiko
 kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat utama 
dari pasien dengan kanker / tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen 
merupakan segmen dna yang menyebabkan sel meningkatkan atau menurunkan 
produk produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan difesiensi 
sel .akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran  yang tidak terkendali semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetic ini dapat merupakan bagian dari virus virus tumor.
3.        Bahan-bahan kimia
obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon   dengan perkembangan kanker tertentu  telah
 terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi 
karsigogesis Hormon dapat mengendalikan atau menambah pertumbuhan tumor.
4.       Faktor imunologis  
Kegagalan
 mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang untuk mendapat kan 
kanker tertentu.Sel sel yang mempengaruhi perubahan { bermutasi} berbeda
 secara antigenis  dari sel sel 
yang normal dan harus dikenal oleh system imun tubuh yang kemudian 
memusnahannya.Dua puncak insiden yang tinggi untuk tumbuh nya tumor pada
 masa kanak kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode ketika system imun 
sedang lemah. (Sr. Mari Baradero.2008.hal10)
2.1.4                                  Patofisiologi 
Kelainan peradangan Peradangan  biasanya
 muncul sebagai pembesaran kelenjer difus atau nyeri tekan. Infeksi 
bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retograd oleh 
bakteri mulut. Parotitis bacterial akut dapat dijumpai pada penderita 
pascaoperasi yang sudah tua yang mengalami dehidrasi dan biasanya 
disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Tumor-tumor
 Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah tumor benigna, dan dari 
tumor benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma plemorfik adalah 
proliferasi baik sel epitel dan mioepitel duktus sebagaimana juga 
disertai penigkatan komponen stroma. Tumor-tumor ini dapat tumbuh 
membesar tanpa menyebabkan gejala nervus vasialis. Adenoma plemorfik 
biasanya muncul sebagai masa tunggal yang tak nyeri  pada permukaan lobus parotis. Degenerasi maligna adenoma plemorfik terjadi pada 2% sampai 10%.
Tumor-tumor
 jinak dari glandula parotis yang terletak di bagian medial n.facialis, 
dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. 
Tumor-tumor jinak bebatas tegas dan tampak bersimpai baik dengan 
konsistensi padat atau kistik.
Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh infeksi telinga yang berulang dan juga dapat menyebabkan ganguan pendengaran.
Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh peradangan tonsil yang berulang.
2.1.5                                  Web Of Coution
2.1.6                                  Tanda dan gejala
1.       Adanya benjolan yang mudah digerakkan
2.       Pertumbuhan amat lambat 
3.       Tidak memberikan keluhan
4.       Paralisis fasial unilateral
(Shirley E. Otto, 2003)
2.1.7                                  Klasifikasi
Penggolongan histologik tumor-tumor kelenjer ludah, (Thackray, 1972). Tumor – tumor epithelial
1.       Adenoma
1)         Pleimorph adenoma (meng. tumor)
2)         Monomorph adenomas
(1)       Adenolimfoma (tumor dari warthin)
(2)       Oxifil adenoma (onkositoma)
(3)       Jenis-jenis lain (tipe lain)
2.       Tumor muko epidermoid
3.       Tumor sel asinus
4.       Karsinoma 
1)         Karsinoma adenoid kistik (silindroma)
2)         Adenokarsinoma
3)         Karsinoma planoselulare
4)         Undifferentiated carcinoma
5)         Karsinoma dalam adenoma pleimorph (maligna meng. tumor)
2.1.8                                  Komplikasi
            Komplikasi – komplikasi
 pengobatan kanker kepala dan leher dapat di kelompokkan sebagai 
anatomis, fisiologis, teknik atau fungsional. Pendekatan paling baik 
pada komplikasi adalah pencegahan. Perbaikan dini keseimbangan mellitus,
 dan penghentian ketergantungan alcohol adalah pengukuran non-spesifik 
yang penting. Penggunaan antibiotic praoperasi tampaknya menurunkan 
kecendrengunan infeksi luka dan gejala sisa nya. Pengobatan radiasi pra 
operasi diberikan dalam dosis terapeutik jelas meningkatkan resiko 
komplikasi. Pendidikan untuk penderita sangat penting untuk mendapatkan 
kerjasama dimana mungkin terjadi penyulit rehabilitasi pascaoperasi.(Schwartz ,2000)
2.1.9                                  Pemeriksaan Penunjang
1.       Pemeriksaan rontgen
Foto
 – foto rontgen tengkorak dan leher kadang-kadang dapat menunjukan ikut 
sertanya tulang-tulang. Sedangakan foto thorax diperlukan untuk 
penilaian kemungkinan metastasis hematogen.
Pemeriksaan
 rontgen glandula parotis dan submandibularis dengan bahan kontras 
(sialografi) dapat menunjukan, apakah tumor yang ditetapkan klinis itu 
berasal dari atau berhubungan dengan kelenjer-kelenjer ludah tersebut. 
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara suatu tumor dengan 
radang (khronik), dan kalau dapat ditambah dengan temografi. Metode ini 
kurang berguna untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. (Zwaveling, 1985)
2.       Pemeriksaan laboratorium
1)         Pemeriksaan darah lengkap, urin.
2)         Laboratorium patologi anatomi
3.       Pemeriksaan CT-Scan
Diagnosa dari suatu tumor dapat tergantung pada batas-batas tumor dan hasil biobsi dari lesi. Kanker
 dari organ-organ visceral lebih sulit di diagnosis dan di biobsi. 
Informasi dari pemeriksaan CT-Scan dapat bermanfaat untuk membantu 
mendiagnosis.
2.1.10                              Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis untuk tumor parotis yaitu dengan tindakan ekstervasi (pengangkatan)
Glandula submandibularis dan glandula sublingualis
Tumor – tumor jinak    : Eksis local yang luas dari seluruh kelenjer ludah dengan sebagian daerah sekitarnya.
Tumor-tumor ganas     : Disseksi kelenjer leher “en-bloc” dan eksisi luas kedua kelenjer ludah, radioterapi.
Massa
 tersendiri pada kelenjer saliva harus dipertimbangkan sebagai suatu 
kemungkinan keganasan. Riwayat dan pemeriksaan fisik memberikan 
tanda-tanda penting apakah suatu lesi kelenjer saliva adalah keganasan. 
Resolusi lengkap dan trial terapeutik adekuat. Aspirasi jarum halus 
dapat membantu untuk merencanakan bedah eksisi. MRI memberikan informasi
 anatomi paling baik tentang ukuran tumor dan penetrasi. Sialografi, 
atau injeksi bahan kontras ke dalam duktus stenson atau Wharton, berguna
 untuk memperlihatkan perbedaan perubahan stenotik kronis pada lesi-lesi
 limfoepitelial dari penyumbatan karena batu. 80% batu kelenjer 
submandibular adalah radioopak. (Schwartz, 2000)
Penatalaksanaan non medis
Tumor
 parotis juga dapat diobati dengan obat tradisional atau disembuhkan 
dengan meminum rebusan daun sirsak. Kanker merupakan penyakit yang 
mematikan dan pengobatan nya melewati kemoterapi. Pengobatan-pengobatan 
kimia walaupun berhasil membunuh kanker, tetapi tidak menutup 
kemungkinan, sel-sel akan tumbuh kembali dan menyebar. Daun sirsak baru 
diketahui memiliki khasiat sebagai pembunuh kanker, walaupun sebenarnya 
khasiat ini sudah ditemukan dari beberapa tahun silam. Menurut hasil 
riset Dr. Jerry McLaughlin dari Universitas Purdue, Amerika Seikat, daun
 sirsak mengandung senyawa acetoginis yang terdiri dari annomuricin F 
yang bersifat sitotoksik atau membunuh kanker. Untuk pengobatan, daun 
sirsak selain di konsumsi tunggal, akan lebih baik bila di konsumsi 
berbarengan dengan herbal jenis lainnya seperti sambiloto, temu putih 
atau temu mangga. Perpaduan beberapa jenis herbal akan bersifat sinergis
 dan saling mendukung untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit.
2.2          Asuhan Keperawatan Teoritis
2.2.1                                  Pengkajian
Pengakjian
 merupakan langkah awal dasar dari proseskeperawatan. Tujuan utama dari 
pengkajian ini adalah untuk mendapatkan data secara lengakap dan akurat 
karena dari data tersebut akan ditentukan masalah keperawatan yang 
dihadapi klien.
1.         Pengkajian umum : 
1)         Identitas klien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi
2)         Identitas penanggung jawab : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat
3)         Alasan masuk rumah sakit
2.         Data riwayat kesehatan
1)         Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat
 klien pernah menderita penyakit akut / kronis, Riwayat klien pernah 
menderita tumor lainnya, Riwayat klien pernah memakai kontrasepsi 
hormonal, pil ,suntik dalam waktu yang lama, Riwayat klien sebelumnya 
sering mengalami peradangan kelenjer parotis.
2)         Riwayat kesehatan sekarang
       Perlu diketahui:
(1)       Lamanya sakit
       Lamanya klien menderita sakit kronik / akut
(2)       Factor pencetus
Apakah yang menyebabkan timbulnya nyeri, sters, posisi, aktifitas tertentu
(3)       Ada tidak nyakeluhan sebagai berikut: demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, malaise
3)         Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau kronis.Menderita penyakit kanker atau tumor.
3.         Pemeriksaan fisik 
1)     Keadaan umum
2)     TTV
3)     Tingkat kesadaran
4)     Rambut dan hygiene kepala.
Keadaan rambut biasanya kotor, berbau, biasanya juga ada lesi, memar,dan bentuk kepala
5)     Mata 
Pemeriksaan mata meliputi konjungtiva, sclera mata, keadaan pupil
6)     Gigi dan mulut
Meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi, mukosa bibir, warna lidah, peradangan pada tonsil.
7)     Leher
(1)       Inspeksi dalam keadaan istirahat
pembengkakan
 yang abnormal, Penderita juga diperiksa dari belakang. Kulitnya 
abnormal, Dinilai saluran-saluran keluar kelenjer ludah dan melakukan 
pemeriksaan intraoral
(2)       Inspeksi pada gerakan
Dinilai fungsi n.facialis, n.hipoglosus dan otot-otot, trismus fiksasi pada sekitarnya ada pembnengkakkan atau tidak.
(3)       Palpasi
Selalu
 bimanual, dengan satu jari di dalam mulut dan jari-jari tangan lainnya 
dari luar. Tentukan lokalisasi yang tepat, besarnya (dalam ukuran cm), 
bentuk, konsistensi dan fiksasi kepada sekitarnya.
(4)       Stasiun-stasiun kelenjer regional
Selalu
 dinilai dengan teliti dan dicatat besar, lokalisasi, konsistensi, dan 
perbandingan terhadap sekitarnya. Selalu diperlukan pemeriksaan klinis 
daerah kepala dan leher seluruhnya.
8)     Dada / thorak
Biasanya jenis pernapasan klien dada dan perut, terjadi perubahan pola nafas dan lain-lain
9)     Cardiovaskuler
Biasanya akan terjadi perubahan tekanan darah klien dan gangguan irama jantung
10) Pencernaan/Abdomen
Ada luka, memar, keluhan (mual, muntah, diare) dan bising usus
11) Genitalia
Kebersihan dan keluhan lain nya
12) Ekstremitas 
Pembengkakan, fraktur, kemerahan, dan lain-lain.
13) Aktifitas sehari-hari
Pada aktifitas ini biasanya  yang
 perlu diketahui adalah masalah, makan, minum, bak, bab, personal, 
hygine, istirahat dan tidur. Biasanya pada klien dengan tumor parotis 
tidak terjadi keluhan pada saat beraktifitas karena kien tidak ada 
mengeluhkan nyeri sebelum dilakukan operasi.
14) Data social ekonomi
Menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan social dan hubungan dengan keluarga
15) Data psikologis
Kesadaran emosional pasien
16) Data spiritual 
Data diketahui, apakah pasien/keluarga punya kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.
2.2.2                                  Diagnosa Keperawatan
1.         Resiko
 tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan 
dengan gangguan pada lambung sekunder akibat dari terapi radiasi.
2.         Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang terapi radiasi, takut terhadap aspek-aspek tindakan.
3.         Resiko infeksi berhubungan dengan kulit yang rusak, trauma jaringan (insisi bedah)
4.         Kurang
 pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan 
berhubungan dengan pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi 
informasi
(Doenges, 1999) 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar